Resensi Novel Di Bawah Lindungan Ka’bah
Identitas
Buku
Judul
Buku : Di Bawah Lindungan Ka’bah
Penerbit
: PT. Bulan Bintang
Penulis : Prof. DR. (Buya) Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah)
Tahun Terbit : Jumadil Awal 1422 / Agustus 2001
Cetakan Ke : 25
Tebal Buku : 80 halaman
Kategori : Novel Sastra
Penulis : Prof. DR. (Buya) Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah)
Tahun Terbit : Jumadil Awal 1422 / Agustus 2001
Cetakan Ke : 25
Tebal Buku : 80 halaman
Kategori : Novel Sastra
Buku ini berjudul Di Bawah Lindungan
Ka’bah yang di karang oleh Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau sering
dikenal dengan nama HAMKA yang merupakan singkatan dari
namanya,beliau lahir di kampung Molek, Meninjau tahun 1908. Beliau seorang
ulama,aktivis dan sasatrawan Indonesia.Beliau dijuluki Buya oleh para
sastrawan.Buya adalah panggilan untuk orang Minangkabau, kata Buya berasal dari
bahasa Arab yaitu Abi yang artinya ayah.
Beliau adalah anak dari syekh Abdul
Karim bin Amrullah,yang merupakan pelopor gerakan islam di Minangkabau.Hamka
pernah bekerja menjadi seorang guru di Perkebunan Kebun Tinggi dan di Padang
Panjang,beliau juga menjadi dosen di Universitas Islam, Jakarta dan Universitas
Muhamadiah, Padang Panjang,beliau menjabat Pegawai Tinggi Agama,beliau juga
sebagai wartawan, penulis editor dan penerbit. Beliau wafat pada tanggal 24
Juli 1981.
Buku
ini dari sisi agama bagus dan kental akan keagamaanya meskipun bercerita
mengenai percintaan, berbeda dengan novel jaman sekarang ini, sisi keagamaannya
kurang di tonjolkan dan lebih mengedepankan tentang percintaannya,dan juga
terlihat dari karya ilmiah yang di hasilkannya yakni Tafsir al-azhar.
Dari
sisi budaya Hamka mampu mengangkat adat dari daerah Minangkabau dimana seorang
perempuan apabila telah lulus dari sekolah MULO (sekarang sederajat dengan SMP)
tidak boleh kemana-mana harus di pingit di rumah sebelum dia menikah apabila
dia mau keluar rumah dia harus di temani keluarganya atau
kepercayaannya.
Dari sisi sosial atau hubungan dengan orang lain
sangat bagus karena dapat memberitahukan bahwa kita harus bersikap dermawan dan
dapat peduli kepada orang lain yang membutuhkan pertolongan kita meskipun itu
dari kalangan bawah.
Sosok Hamka sangat religius itu terlihat dari
buku-buku yang di karangnya seperti dalam buku ini bercerita tentang percintaan
namun tidak ada unsur negatifnya malah banyak unsur agamisnya, bukan
dari buku ini saja namun dari buku-buku yang beliau karang seperti Tenggelmnya
Kapal Van Der Wijck, Merantau ke Deli dan lain lain.
Buku ini diterbitkan oleh PT.Bulan Bintang yang
bertempat di Jalan Kramat Kwitang ,No.8 Jakarta 10420,Indonesia.
Sinopsis
Dikisahkan ada seorang pemuda
bernama Hamid, sejak berumur empat tahun telah ditinggal mati ayahnya. Ayah
Hamid sebelumnya adalah seorang yang kaya. setelah perniagaannya jatuh dan
menjadi melarat,sahabat dan sanak saudara yang dulu banyak, tak ada lagi sanak
saudara dan sahabatnya yang datang. Karena sudah tak terpandang lagi oleh
orang-orang sekitarnya itu, maka pindahlah ayah Hamid beserta ibunya ke kota
Padang, yang akhirnya dibuatnya sebuah rumah kecil. Di tempat itulah ayah Hamid
meninggal.
Tatkala Hamid berumur enam tahun, untuk membantu
ibunya ia minta kepada ibunya agar dibuatkan jualan kue-kue untuk dijajakan
setiap pagi.
Ada tetangga baru di dekat rumah
hamid terdapat sebuah gedung besar yang berpekarangan luas. Rumah itu telah
kosong karena pemiliknya, seorang Belanda, telah kembali ke negerinya. Hanya
penjaganya yang masih tinggal, yakni seorang laki-laki tua yang bernama Pak
Paiman. Tetapi tak lama kemudian, rumah itu dibeli oleh seorang-orang kaya yang
bernama Haji Jakfar. Isterinya bernama Mak Asiah dan anaknya hanya seorang
perempuan saja yang bernama Zainab.
Mak Asiah senang memanggil Hamid
setiap pagi karena hendak membeli makanan yang dijualnya itu. Pada waktu
itu juga ia ditanya oleh Mak Asiah tentang orang tuanya dan tempat tinggalnya.
Setelah Hamid menjawab pertanyaan itu, Mak Asiah pun meminta kepada Hamid agar
ibunya datang ke rumahnya. Sejak kedatangan ibu Hamid ke rumah Mak Asiah
itulah, maka persahabatan mereka itu menjadi karib dan Hamid beserta ibunya
sudah dianggap sebagai keluarganya sendiri.
Akhirnya Hamid dibiayai noleh haji
Jakfar,suami mak Asiah,juga disekolahkan bersama-sama anaknya, Zainab, yang
umurnya lebih muda daripada Hamid. Pergaulan Hamid dengan Zainab, seperti
pergaulan antara kakak dengan adik saja. Setelah tamat dari SD, Hamid dan
Zainab pun sama-sama dilanjutkan sekolahnya ke Mulo.
Setelah keduanya tamat dari Mulo,
barulah Hamid berpisah dengan Zainab. Keduanya sebenarnya telah saling jatuh
cinta.Namun Hamid sadar akan statusnya.Zainabpun harus masuk
pingitan,menurut adat didesa itu. sedang Hamid yang masih dibiayai oleh Haji
Jakfar, meneruskan pelajaran ke sekolah agama di Padangpanjang. Di sekolah itulah
Hamid mempunyai seorang teman laki-laki yang bernama Saleh.
Pada suatu petang, tatkala Hamid
pergi berjalan-jalan di pesisir, bertemulah ia dengan Mak Asiah yang baru
datang dari berziarah ke kubur suaminya. Ia naik perahu sewaan bersama-sama dua
orang perempuan tua lainnya.
Pada pertemuan itulah Mak Asiah
mengharapkan kedatangan Hamid ke rumahnya pada keesokan harinya, karena ada
suatu hal penting yang hendak dibicarakannya. Setelah Hamid datang pada
keesokan harinya ke rumah Mak Asiah, maka Hamid pun dimintai tolong oleh Mak
Asiah agar ia mau membujuk Zainab untuk bersedia dinikahkan dengan kemenakan
Haji Jakfar yang pada waktu itu masih bersekolah di Jawa. Tetapi permintaan itu
ditolak oleh Zainab dengan alasan ia belum lagi hendak menikah.
Penolakan itu sebenarnya disebabkan
Zainab sendiri telah jatuh cinta kepada Hamid. Bagi Hamid sendiri, sebenarnya
ia cinta kepada Zainab, hanya cintanya itu tidak dinyatakan berterus terang
kepada Zainab.
Karena itulah, sebenarnya suruhan
Mak Asiah itu bertentangan dengan isi hatinya. Tetapi karena ia telah berhutang
budi kepada Mak Asiah, maka dilaksanakan permintaan tersebut. Setelah kejadian
itu Hamid pun pulang ke rumahnya, tetapi sejak itu, ia tidak pernah lagi datang
ke rumah Mak Asiah, karena sejak itu ia meninggalkan kota Padang menuju Medan
dan selanjutnya pergi ke tanah Suci Mekah. Dari Medan Hamid berkirim surat
kepada Zainab untuk minta diri pergi menurutkan kemana arah kakinya berjalan.
Surat Hamid itulah yang selalu mendampingi Zainab yang dalam kesepian itu.
Sementara itu dikota suci
mekah,Hamid bertemu dengan Saleh,temannya dahulu. Hamid menceritakan segala
perasaannya pada Zainab kepada Saleh.cinta mereka tidak bisa disatukan
karena ibu Hamid sendiri melarang Hamid untuk mencintai Zainab,karena ibu
Hamid merasa tidak pantas.sementara Ternyata Saleh adalah suami dari
Rosna,Rosna sendiri adalah sahabat Zainab. Rosna dan saleh saling
bercerita,berkirim surat tentang kisah Hamid dan Zainab.Zainab yang sedih
berlebihan,karena cinta yang tidak bisa bersatu dengan Hamid,akhirnya menjadi
sakit hingga akhirnya meninggal.
Karena terlalu cintanya Hamid pada Zainab, terlebih
mendengar Zainab yang meninggal dunia, Hamid pun tak kuasa menahan sedih.Selalu
memikirkan Zainab, hingga akhirnya Hamid jatuh sakit dan meninggal dibawah
lindungan ka'bah.
(Kelebihan & Kekurangan)
· Kelebihan
dari Novel Di Bawah Lindungan Ka’bah : Terletak pada alurnya yang dapat
membawa pembaca merasakan apa yang dirasakan Hamid dan Zainab, bagus dan kental
akan keagamaanya meskipun bercerita mengenai percintaan dan dapat
memberitahukan bahwa kita harus bersikap dermawan dan dapat peduli kepada orang
lain yang membutuhkan pertolongan kita meskipun itu dari kalangan bawah.
·
Kekurangan
dari Novel Di Bawah Lindungan Ka’bah : Terletak pada bahasa yang
digunakan. Karena bahasa yang digunakan yaitu antara bahasa minang-indonesia
dan bahasa melayu.
Unsur-unsur :
Tema dalam buku ini mengenai
percintaan,meskipun percintaan buku ini sarat akan keagamaan.Kisah cinta disini
mencerikatan dua orang yang memiliki perasaan sama antara satu sama lain namun
mereka tidak sempat bersama karena ajal telah memisahkan mereka.
Alur yang digunakan adalah alur
campuran yakni dimulai dari Hamid yang berada di Tanah Suci kemudian dia
menceritakan mengenai masa lalunya dan menceritakan kembali masa-masa Hamid di
Tanah Suci.
Tokoh utama yang berada di certa ini
adalah Hamid dan Zainab.Hamid memiliki sifat yang baik, sabar, tawakal, agamis,
menyayangi dan menghormati orangtua. Zainab memiliki sifat
yang baik, pendiam, sabar, patuh dan menghormati orangtua.Tokoh yng
lainnya yaitu Engku Haji Ja’far dan Mak Asiah yang memiliki sifat
dermawan.Ibu Hamid yang memiliki sifat penyayang, peduli pada buah
hati.Saleh dan Rosna yang memiliki sifat sangat peduli kepada sahabat atau
setia kawan.
Latar dalam cerita ini di Tanah
Suci, Padang, Medan, pantai dan rumah.Setting pada siang dan malam.Suasana
dalam cerita ini sedih.Sudut pandang dalam cerita ini adalah sudut pandang
campuran karena terdapatn kata saya dan nama orang. Nilai yang terkandung dalam
cerita ini diantaranya nilai moral, nilai agama dan nilai sosial.
Gaya penulisan yang digunakan
pengarang adalah menggunakan bahasa Melayu dan menggunakan bahasa arab,
sehingga sedikit menyulitkan pembaca dalam memahami maknanya. Walaupun demikian
cerita ini tetap menarik untuk di baca.
Selain itu terdapat beberapa majas, salah satunya adalah majas pesonifikasi seperti, “surat itu bisu”, Repertisi seperti, “entah di darat, entah di laut, entah sengsara kehausan”.
Selain itu terdapat beberapa majas, salah satunya adalah majas pesonifikasi seperti, “surat itu bisu”, Repertisi seperti, “entah di darat, entah di laut, entah sengsara kehausan”.
Amanat yang dapat kita ambil yaitu
kita harus berani mengungkapkan perasaan kita kepada orang yang kita cintai,
jangan kita sesali akan perbuatan kita yang tidak peka terhadap keadaan.
Sumber :
http://nidiapuspavitaloka.blogspot.com/2013/06/tugas-softskill-bahasa-indonesia-resensi.html